Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh
masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Kata lokal
merujuk pada daerah atau wilayah tertentu saja, artinya ada karakter spesifik
dari makanan yang dihasilkan suatu daerah tertentu. Seperti yang kita ketahui
bahwa setiap belahan bumi yang ada di Indonesia masing-masing mempunyai dominasi
potensi alam yang berbeda-beda. Jawa, merupakan pulau yang lebih berpotensi di
bidang pertanian. Sumatera, mendukung ecotourism
karena kekayaan budaya dan wisata alamnya. Kalimantan lebih berpotensi
sebagai sumber daya hutan Indonesia. Sulawesi dan Maluku yang lebih dominan
dengan potensi kelautan dan perikanannya. Papua dengan sektor pertambangannya,
sudah mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% perekonomian dengan
tembaga, emas, minyak dan gas. Melihat perbedaan potensi tersebut
sudah pasti setiap daerah memiliki potensi sumber bahan pangan yang berbeda
pula. Selama ini masyarakat beranggapan
bahwa pangan lokal identik dengan makanan rakyat menengah kebawah yang dapat
diperoleh dengan harga yang murah. Masyarakat secara umum lebih familiar dengan
kata Jajanan Pasar atau Makanan Kaki Lima daripada Pangan Lokal. Kembali lagi
pada makna pangan lokal itu sendiri, pangan lokal merupakan pangan yang diolah
dari Sumber Bahan Pangan yang ada di Indonesia dan diolah oleh Sumber Daya
Manusia Indonesia, jadi tidak hanya sebatas jajanan pasar atau makanan kaki
lima saja.
Indonesia sebagai
negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, secara alami memiliki potensi
bahan pangan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan
lokal mulai dari karbohidrat, protein dan sumber nutrisi lainnya. Perlu adanya
peran dari berbagai pihak untuk memperkenalkan pangan lokal supaya lebih bisa
bertahan ditengah modernisasi mulai dari pemerintah yang mendukung program
secara top down dan lapisan masyarakat
yang dapat berperan secara kultural menularkan gerakan pangan lokal. Program
pemerintah dalam mendukung pangan lokal telah dilakukan Pemerintah DIY
Yogyakarta lebih dahulu dengan membuat program Gerai Pusat Informasi Dan
Edukasi Pangan Lokal pada tahun 2013. Program ini merupakan program dari
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta
dalam mendukung Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Gerai Pusat Informasi Pangan Nusantara/Pangan Lokal, memuat informasi
tentang berbagai macam makanan yang berbahan baku non beras dan non terigu,
sebagai upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis potensi
pangan lokal diwilayah DIY. Tujuan peningkatan diversifikasi pangan ini adalah
untuk memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Selain dari pihak pemerintah, masyarakat juga dapat mendukung gerakan pangan
lokal. Masyarakat dalam hal ini salah satunya adalah mahasiswa sebagai kaum akademik yang berusaha
mengembangkan keilmuan, kreativitas, inovasi dan teknologi yang dapat
diterapkan pada berbagai disiplin ilmu dalam mendukung pengelolaan pangan
lokal, misalnya dalam bidang pertanian. Seperti yang kita ketahui, sumber bahan
pangan yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian,
sektor perikanan dan sektor perkebunan. Sedangkan masih banyak permasalahan
terkait dengan sektor-sektor tersebut. Secara struktural permasalahan yang
muncul diantaranya yaitu pengelolaan lahan potensial, sumber daya modal, jumlah
petani dan nelayan, proses pengolahan, mekanisme penjualan serta teknologi yang
digunakan.
Pengelolaan
lahan pertanian potensial yang semakin banyak dialihfungsikan, menyebabkan
semakin sempitnya lahan untuk menanam padi, alhasil impor beras masih dilakukan
oleh Indonesia. Selain itu, kedelai juga masih impor. Pentingnya luas lahan
yang memadai akan mendukung produksi sumber pangan lokal seperti padi, jagung,
dan kedelai guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Berkurangnya luas
lahan potensial juga akan menurunkan
produktivitas hasil panen baik lahan pertanian maupun perkebunan. Kurangnya
modal untuk mengembangkan potensi pertanian, perkebunan dan perikanan
menjadikan sektor-sektor tersebut belum dianggap penting dibandingkan dengan
sektor industri yang dianggap dapat lebih menggerakkan perekonomian nasional.
Aliran investasi untuk sektor yang lebih merakyat ini pun sangat terbatas. Seharusnya ada akses
yang mudah untuk memperoleh permodalan khususnya untuk mendukung pengadaan
teknologi yang digunakan.
Jumlah
petani dan nelayan juga menjadi pemicu ketahanan sumber pangan lokal di
Indonesia semakin terancam. Jumlah petani gurem di Indonesia yang masih banyak
juga menjadi salah satu permasalahan dalam produksi sumber pangan lokal. Petani
gurem adalah petani yang hanya menggarap lahan tidak lebih dari 1 hektare.
Sedangkan masih banyak pula jumlah buruh tani yang menggantungkan hidupnya pada
pertanian. Pada sektor perikanan, khususnya perikanan tangkap, jumlah nelayan
setiap tahunnya semakin berkurang, pada tahun 2013 saja terdapat 225 kematian
nelayan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidakamanan peralatan
penangkapan ikan di laut. Masalah lain muncul pada proses pengolahan yang
memang masih jauh dibawah standard,
seperti halnya produksi ikan kaleng di Indonesia yang masih kalah jauh dengan
Thailand. Biaya distribusi perikanan khususnya hasil tangkapan ikan juga lebih
mahal 60% dibandingkan dengan negara lain. Sehingga pada akhirnya terdapat
jurang margin keuntungan yang cukup jauh yang sangat menekan pendapatan nelayan
dan petani di Indonesia.
Aspek
yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah penerapan teknologi dalam
pengelolaan potensi sumber pangan lokal Indonesia. Seperti yang kita ketahui,
teknologi pertanian yang digunakan di Indonesia masih sangat terbatas. Masih
banyak petani di pelosok negeri ini yang hanya mengandalkan tenaga hewan dan
tenaga manusia. Dari sisi percepatan tentunya akan sangat tertinggal dalam
perolehan kuantitas hasil panen. Untuk membajak sawah saja masih ada yang
menggunakan kerbau. Tenaga manusia masih sangat dominan dalam pengolahan lahan,
seperti halnya dalam proses penanaman dan juga perawatan hama, masih banyak
yang menggunakan tenaga manusia dengan cara mencangkul meskipun tidak sedikit
pula yang menggunakan traktor dalam prosesnya. Di bidang perkebunan, untuk
komoditas tebu misalnya, belum ada teknologi yang langsung digunakan oleh
petani Indonesia ketika masa panen. Proses pembersihan batang tebu dari daun
yang kering masih dilakukan secara manual. Teknologi memang memegang peranan
yang cukup penting dalam suatu proses produksi. Sama halnya pada proses
produksi di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan yang memang menjadi
sumber bahan pangan lokal di Indonesia.
Permasalahan
tersebut diatas menjadi sangat kompleks ketika tidak dibarengi dengan solusi yang
langsung tepat sasaran mengarah pada permasalahan hilir seperti permasalahan
petani dan nelayan. Karena dari merekalah sumber-sumber pangan lokal Indonesia
dihasilkan, apa jadinya apabila jumlahnya semakin berkurang belum lagi ditambah
dengan permasalahan alih fungsi lahan potensial dan tidak adanya penerapan
teknologi tepat guna di bidang tersebut. Pemberdayaan masyarakat petani dan
nelayan diperlukan dalam hal ini. Perlu adanya dukungan akses permodalan untuk
mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan produksi sumber
pangan lokal. Sehingga bantuan tidak hanya sebatas pemberian tetapi juga dalam
bentuk transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, artinya tidak hanya memberi
umpan, tetapi juga memberikan kailnya.
Peran Mahasiswa
dalam Ketahanan Pangan Lokal
Tanggal 18 Mei
2014 serempak di sembilan kota di Indonesia dilaksanakan Kampanye Nasional Go
Pangan Lokal. Sembilan kota tersebut adalah Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Jakarta, Medan, Bandung, Makassar, Samarinda dan Jambi. Kampanye Go Pangan
Lokal ini diprakarsai oleh Masyarakat Ilmu Pengetahuan dan Tekonolog Indonesia
(MITI). Semua perguruan tinggi yang ada di sembilan kota tersebut dapat ikut
serta dalam kampanye ini. Namun, ditengah seruan aksi kampanye, adakah
mahasiswa yang terbesit untuk beraksi lebih nyata, bukan hanya menjadi konsumen
tetapi produsen pangan lokal?
Bentuk kampanye Go
Pangan Lokal yang banyak disuarakan melalui media sosial oleh mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi menyatakan
bahwa melalui aksi Go Pangan Lokal, pangan lokal dapat bersaing ke dunia
Internasional. Pertanyaannya, apakah cukup dengan kampanye seperti itu
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan lokal dapat meningkat?
tentu tidak. Selain melalui kampanye Go Pangan Lokal, mahasiswa juga dapat
berperan dalam pemanfaatan sumber daya pangan lokal yang ada. Melalui
program-program penelitian dan pengabdian, mahasiswa dapat menyumbangkan
gagasan untuk mendukung diversifikasi produk pangan lokal.
Berbagai ide bisa
dituangkan oleh mahasiswa, banyak peluang menulis karya tulis ilmiah untuk
menghasilkan gagasan yang aplikatif serta solutif sebagai bentuk sumbangan
nyata terhadap permasalahan yang ada. Tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah
tindak lanjut dari pemikiran dan inovasi cerdas anak bangsa yang belum
dijembatani untuk menjadi sebuah solusi yang nyata. Misalnya ide teknologi yang
belum didukung penerapannya. Artinya perlu ada kerjasama dari berbagai pihak
mulai dari pemerintah, mahasiswa dan perusahaan sehingga mendukung penciptaan
karya berupa teknologi terapan, mekanisme ide ataupun sumbangan kebijakan yang
memang pro-rakyat kecil, khususnya yang berkaitan dengan pangan lokal di
Indonesia.
Sudah saatnya
mahasiswa peduli dengan sektor-sektor riil yang memang banyak ditemui di
Indonesia. Permasalahan yang muncul di bidang Pertanian, Perkebunan dan
Perikanan, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah yang bersangkutan atau
mahasiswa di program studi yang bersangkutan. Bahkan Indonesia kedepan juga
menantikan petani-petani dan nelayan-nelayan hebat yang memang didukung dengan
latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tersebut. Secara keras
dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang beraksi mengkampanyekan gerakan pangan
lokal belum tentu dirinya ingin menjadi petani. Oleh karena itu, peran
mahasiswa dalam mempertahankan pangan lokal juga bisa dimulai dari sekarang,
tentunya juga dengan bantuan dari perguruan tinggi, pemerintah melalui
kebijakan, program dan gerakan, serta pihak swasta dan komunitas terkait yang
dapat mendukung dalam menjembatani inovasi dan teknologi untuk mempertahankan
pangan lokal.
Anis Susanti
Mahasiswa
Pendidikan Ekonomi (Administrasi Perkantoran)
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar