Pages

Selasa, 20 Mei 2014

PANGAN LOKAL DI MATA MAHASISWA


Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Kata lokal merujuk pada daerah atau wilayah tertentu saja, artinya ada karakter spesifik dari makanan yang dihasilkan suatu daerah tertentu. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap belahan bumi yang ada di Indonesia masing-masing mempunyai dominasi potensi alam yang berbeda-beda. Jawa, merupakan pulau yang lebih berpotensi di bidang pertanian. Sumatera, mendukung ecotourism karena kekayaan budaya dan wisata alamnya. Kalimantan lebih berpotensi sebagai sumber daya hutan Indonesia. Sulawesi dan Maluku yang lebih dominan dengan potensi kelautan dan perikanannya. Papua dengan sektor pertambangannya, sudah mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% perekonomian dengan tembaga, emas, minyak dan gas. Melihat perbedaan potensi tersebut sudah pasti setiap daerah memiliki potensi sumber bahan pangan yang berbeda pula.  Selama ini masyarakat beranggapan bahwa pangan lokal identik dengan makanan rakyat menengah kebawah yang dapat diperoleh dengan harga yang murah. Masyarakat secara umum lebih familiar dengan kata Jajanan Pasar atau Makanan Kaki Lima daripada Pangan Lokal. Kembali lagi pada makna pangan lokal itu sendiri, pangan lokal merupakan pangan yang diolah dari Sumber Bahan Pangan yang ada di Indonesia dan diolah oleh Sumber Daya Manusia Indonesia, jadi tidak hanya sebatas jajanan pasar atau makanan kaki lima saja.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, secara alami memiliki potensi bahan pangan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan lokal mulai dari karbohidrat, protein dan sumber nutrisi lainnya. Perlu adanya peran dari berbagai pihak untuk memperkenalkan pangan lokal supaya lebih bisa bertahan ditengah modernisasi mulai dari pemerintah yang mendukung program secara top down dan lapisan masyarakat yang dapat berperan secara kultural menularkan gerakan pangan lokal. Program pemerintah dalam mendukung pangan lokal telah dilakukan Pemerintah DIY Yogyakarta lebih dahulu dengan membuat program Gerai Pusat Informasi Dan Edukasi Pangan Lokal pada tahun 2013. Program ini merupakan program dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta dalam mendukung Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Gerai Pusat Informasi Pangan Nusantara/Pangan Lokal, memuat informasi tentang berbagai macam makanan yang berbahan baku non beras dan non terigu, sebagai upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis potensi pangan lokal diwilayah DIY. Tujuan peningkatan diversifikasi pangan ini adalah untuk memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Selain dari pihak pemerintah, masyarakat juga dapat mendukung gerakan pangan lokal. Masyarakat dalam hal ini salah satunya adalah  mahasiswa sebagai kaum akademik yang berusaha mengembangkan keilmuan, kreativitas, inovasi dan teknologi yang dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu dalam mendukung pengelolaan pangan lokal, misalnya dalam bidang pertanian. Seperti yang kita ketahui, sumber bahan pangan yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian, sektor perikanan dan sektor perkebunan. Sedangkan masih banyak permasalahan terkait dengan sektor-sektor tersebut. Secara struktural permasalahan yang muncul diantaranya yaitu pengelolaan lahan potensial, sumber daya modal, jumlah petani dan nelayan, proses pengolahan, mekanisme penjualan serta teknologi yang digunakan.
Pengelolaan lahan pertanian potensial yang semakin banyak dialihfungsikan, menyebabkan semakin sempitnya lahan untuk menanam padi, alhasil impor beras masih dilakukan oleh Indonesia. Selain itu, kedelai juga masih impor. Pentingnya luas lahan yang memadai akan mendukung produksi sumber pangan lokal seperti padi, jagung, dan kedelai guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Berkurangnya luas lahan potensial  juga akan menurunkan produktivitas hasil panen baik lahan pertanian maupun perkebunan. Kurangnya modal untuk mengembangkan potensi pertanian, perkebunan dan perikanan menjadikan sektor-sektor tersebut belum dianggap penting dibandingkan dengan sektor industri yang dianggap dapat lebih menggerakkan perekonomian nasional. Aliran investasi untuk sektor yang lebih merakyat ini  pun sangat terbatas. Seharusnya ada akses yang mudah untuk memperoleh permodalan khususnya untuk mendukung pengadaan teknologi yang digunakan.
Jumlah petani dan nelayan juga menjadi pemicu ketahanan sumber pangan lokal di Indonesia semakin terancam. Jumlah petani gurem di Indonesia yang masih banyak juga menjadi salah satu permasalahan dalam produksi sumber pangan lokal. Petani gurem adalah petani yang hanya menggarap lahan tidak lebih dari 1 hektare. Sedangkan masih banyak pula jumlah buruh tani yang menggantungkan hidupnya pada pertanian. Pada sektor perikanan, khususnya perikanan tangkap, jumlah nelayan setiap tahunnya semakin berkurang, pada tahun 2013 saja terdapat 225 kematian nelayan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidakamanan peralatan penangkapan ikan di laut. Masalah lain muncul pada proses pengolahan yang memang masih jauh dibawah standard, seperti halnya produksi ikan kaleng di Indonesia yang masih kalah jauh dengan Thailand. Biaya distribusi perikanan khususnya hasil tangkapan ikan juga lebih mahal 60% dibandingkan dengan negara lain. Sehingga pada akhirnya terdapat jurang margin keuntungan yang cukup jauh yang sangat menekan pendapatan nelayan dan petani di Indonesia.
Aspek yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah penerapan teknologi dalam pengelolaan potensi sumber pangan lokal Indonesia. Seperti yang kita ketahui, teknologi pertanian yang digunakan di Indonesia masih sangat terbatas. Masih banyak petani di pelosok negeri ini yang hanya mengandalkan tenaga hewan dan tenaga manusia. Dari sisi percepatan tentunya akan sangat tertinggal dalam perolehan kuantitas hasil panen. Untuk membajak sawah saja masih ada yang menggunakan kerbau. Tenaga manusia masih sangat dominan dalam pengolahan lahan, seperti halnya dalam proses penanaman dan juga perawatan hama, masih banyak yang menggunakan tenaga manusia dengan cara mencangkul meskipun tidak sedikit pula yang menggunakan traktor dalam prosesnya. Di bidang perkebunan, untuk komoditas tebu misalnya, belum ada teknologi yang langsung digunakan oleh petani Indonesia ketika masa panen. Proses pembersihan batang tebu dari daun yang kering masih dilakukan secara manual. Teknologi memang memegang peranan yang cukup penting dalam suatu proses produksi. Sama halnya pada proses produksi di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan yang memang menjadi sumber bahan pangan lokal di Indonesia.
Permasalahan tersebut diatas menjadi sangat kompleks ketika tidak dibarengi dengan solusi yang langsung tepat sasaran mengarah pada permasalahan hilir seperti permasalahan petani dan nelayan. Karena dari merekalah sumber-sumber pangan lokal Indonesia dihasilkan, apa jadinya apabila jumlahnya semakin berkurang belum lagi ditambah dengan permasalahan alih fungsi lahan potensial dan tidak adanya penerapan teknologi tepat guna di bidang tersebut. Pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan diperlukan dalam hal ini. Perlu adanya dukungan akses permodalan untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan produksi sumber pangan lokal. Sehingga bantuan tidak hanya sebatas pemberian tetapi juga dalam bentuk transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, artinya tidak hanya memberi umpan, tetapi juga memberikan kailnya.

Peran Mahasiswa dalam Ketahanan Pangan Lokal
Tanggal 18 Mei 2014 serempak di sembilan kota di Indonesia dilaksanakan Kampanye Nasional Go Pangan Lokal. Sembilan kota tersebut adalah Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Medan, Bandung, Makassar, Samarinda dan Jambi. Kampanye Go Pangan Lokal ini diprakarsai oleh Masyarakat Ilmu Pengetahuan dan Tekonolog Indonesia (MITI). Semua perguruan tinggi yang ada di sembilan kota tersebut dapat ikut serta dalam kampanye ini. Namun, ditengah seruan aksi kampanye, adakah mahasiswa yang terbesit untuk beraksi lebih nyata, bukan hanya menjadi konsumen tetapi produsen pangan lokal?
Bentuk kampanye Go Pangan Lokal yang banyak disuarakan melalui media sosial oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi  menyatakan bahwa melalui aksi Go Pangan Lokal, pangan lokal dapat bersaing ke dunia Internasional. Pertanyaannya, apakah cukup dengan kampanye seperti itu pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan lokal dapat meningkat? tentu tidak. Selain melalui kampanye Go Pangan Lokal, mahasiswa juga dapat berperan dalam pemanfaatan sumber daya pangan lokal yang ada. Melalui program-program penelitian dan pengabdian, mahasiswa dapat menyumbangkan gagasan untuk mendukung diversifikasi produk pangan lokal.
Berbagai ide bisa dituangkan oleh mahasiswa, banyak peluang menulis karya tulis ilmiah untuk menghasilkan gagasan yang aplikatif serta solutif sebagai bentuk sumbangan nyata terhadap permasalahan yang ada. Tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah tindak lanjut dari pemikiran dan inovasi cerdas anak bangsa yang belum dijembatani untuk menjadi sebuah solusi yang nyata. Misalnya ide teknologi yang belum didukung penerapannya. Artinya perlu ada kerjasama dari berbagai pihak mulai dari pemerintah, mahasiswa dan perusahaan sehingga mendukung penciptaan karya berupa teknologi terapan, mekanisme ide ataupun sumbangan kebijakan yang memang pro-rakyat kecil, khususnya yang berkaitan dengan pangan lokal di Indonesia.
Sudah saatnya mahasiswa peduli dengan sektor-sektor riil yang memang banyak ditemui di Indonesia. Permasalahan yang muncul di bidang Pertanian, Perkebunan dan Perikanan, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah yang bersangkutan atau mahasiswa di program studi yang bersangkutan. Bahkan Indonesia kedepan juga menantikan petani-petani dan nelayan-nelayan hebat yang memang didukung dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tersebut. Secara keras dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang beraksi mengkampanyekan gerakan pangan lokal belum tentu dirinya ingin menjadi petani. Oleh karena itu, peran mahasiswa dalam mempertahankan pangan lokal juga bisa dimulai dari sekarang, tentunya juga dengan bantuan dari perguruan tinggi, pemerintah melalui kebijakan, program dan gerakan, serta pihak swasta dan komunitas terkait yang dapat mendukung dalam menjembatani inovasi dan teknologi untuk mempertahankan pangan lokal.

Anis Susanti
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (Administrasi Perkantoran)
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang





Tidak ada komentar:

Posting Komentar