Pages

Sabtu, 27 Desember 2014

MY BEST PRACTICE IN NGADIRGO

  Kuliah Kerja Nyata (KKN) Alternatif Tahap II Gelombang B merupakan  salah satu jenis KKN yang dilaksanakan oleh mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Program kerja KKN Alternatif dilaksanakan berdasarkan empat lingkup bidang kegiatan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) yaitu bidang pendidikan, bidang ekonomi, bidang kesehatan dan bidang lingkungan/ infrastruktur. Pada pelaksanaan KKN Alternatif tahun 2014, penulis mendapatkan tugas untuk menjadi sekretaris KKN Alternatif yang dilaksanakan selama 45 hari di Kelurahan Ngadirgo tepatnya di RW 1 mulai tangal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 19 Desember 2014. Kelurahan Ngadirgo adalah salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Mijen Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Selain menjadi sekretaris KKN Alternatif, penulis juga menjadi penanggungjawab salah satu program di bidang pendidikan yaitu Pelatihan Administrasi PKK.
Program Pelatihan Administrasi PKK dilatar belakangi oleh pentingnya tertib administrasi dalam organisasi PKK, khususnya yang berkaitan dengan keperluan untuk pencatatan seperti buku notula rapat, buku daftar hadir, dan buku keuangan PKK. Setelah sebelumnya melakukan observasi, penulis menentukan sasaran kegiatan Pelatihan Administrasi PKK adalah pengurus PKK RT 1, RT 2, RT 3, RT 4 dan RT 5 di RW 1 Kelurahan Ngadirgo yang meliputi ketua, sekretaris dan bendahara. Penulis terlebih dahulu menggali informasi tentang kegiatan PKK di RW 1 Kelurahan Ngadirgo melalui wawancara yang penulis lakukan dengan Ketua RW 1 Bapak Saryoto dibantu oleh Ketua Tim Penggerak PKK RW 1 Ibu Dwi Lestari. Setelah mempersiapakan semua yang dibutuhkan, Pelatihan Administrasi PKK dilaksanakan pada tanggal 9 November 2014 di rumah Ibu Sari (RT 1).
Setelah Pelatihan Administrasi PKK dilaksanakan, penulis tidak berhenti berinteraksi dengan ibu-ibu PKK. Tugas penulis sebagai sekretaris KKN masih berlanjut untuk menjalin kemitraan dengan PKK RW 1 dalam pembentukan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Sebelumnya penulis menanyakan kepada Ibu Dwi Lestari selaku ketua PKK RW 1 Kelurahan Ngadirgo tentang apakah sudah ada Posdaya atau belum, ternyata jawaban beliau adalah di RW 1 belum dibentuk Posdaya. Kemudian penulis menjelaskan tentang perbedaan PKK dan Posdaya, sehingga Ibu Dwi Lestari bersedia untuk menjadi ketua Posdaya di RW 1. Pada saat itu penulis bersama rekan-rekan tim KKN Alternatif dan Ibu Dwi berdiskusi dan memberi nama Posdaya RW 1 dengan nama Posdaya “GEMILANG” dan resmi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Lurah pada tanggal 9 Desember 2014. Penentuan nama Posdaya “GEMILANG” disepakati dengan harapan, semangat dan motivasi untuk menjadi Posdaya yang bermanfaat serta memiliki prestasi gemilang.
Selama KKN banyak sekali pengalaman yang penulis dapatkan diantaranya adalah untuk pertama kalinya penulis menghadapi pengurus PKK dan membantu pembentukan struktur organisasi Posdaya, menjadi pembicara pada saat pelatihan administrasi PKK serta pengalaman pertama melakukan pendataan untuk keperluan databasis Posdaya. Penulis juga mendapatkan pengetahuan baru bagaimana menggolongkan penduduk berdasarkan jenis Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera Tahap I (KS 1), Keluarga Sejahtera Tahap II (KS 2) , Keluarga Sejahtera Tahap III (KS 3) dan Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS 3+).


Pengurus Posdaya “Gemilang” Menyanyikan Mars Posdaya

(Ngadirgo Fair, 14 Desember 2014)

BEST PRACTICE

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Alternatif Tahap II Gelombang B Tahun 2014 selesai. Selama 45 hari kami berkegiatan di Kelurahan Ngadirgo Kecamatan Mijen Kota Semarang mulai dari tanggal 5 November 2014 sampai dengan 19 Desember 2014. Kabar gembira (ecie :D) datang dari Dosen Pendamping Lapangan (DPL) kami Bapak Drs. Umar Samadhy, M.Pd. bahwa tidak ada ujian hasil KKN. Sebagai ganti ujian hasil KKN, pada hari penarikan beliau memberikan tugas kepada kami untuk membuat best practice (wah apaan tuh?). Awalnya saya juga bingung apa itu best practice yang beliau maksud. Saya mengutip kata-kata beliau (ngrangkum sendiri maksudnya :D) begini kata beliau: “Setiap orang pasti melakukan best practice dimanapun ia berada, dengan best practice itulah seseorang mendapatkan pengalaman yang bermakna”

Baiklah pak, mulai deh belajar membuat best practice, mulai cari referensi bagaimana menyusun best practice yang baik dengan benar dan akhirnya saya mendapatkan referensi yang cocok di website www.p2kp.org. Saya mendapatkan referensi untuk menyusun best practice saya dengan mengikuti panduan penulisan dari website tersebut (semoga bener yaah :D).

Format Tulisan Best Practice yang ditemui biasanya dalam bentuk FEATUREKarena, feature adalah sebuah tulisan yang lebih luwes daripada artikel/opini, lebih fokus dan informatif daripada cerita, serta lebih deskriptif daripada berita/straight news. Namun, unsur informasinya tetap lengkap layaknya berita. Jadi, harus tetap memenuhi 5W + 1H (What, Where, Why, Who, When dan How)Untuk itu, sebuah tulisan Best Practice (juga) hendaknya memenuhi:
1. What = Apa
Apa bentuk kegiatan Best Practice tersebut. Apakah termasuk ke dalam kategori kegiatan lingkungan (fisik/infrastruktur), sosial, ekonomi, kemitraan (channeling), PAKET, Replikasi atau prestasi pelaku (relawan penggerak, insan pemda, atau instansi terkait)


2. Where = Di mana
Di mana tempat kegiatan Best Practice berlangsung.
Dengan demikian, nama tempat harus dijelaskan secara detail. Mulai dari nama dusun, RT/RW-nya, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi. Jika perlu, dilengkapi pula dengan karakteristik masyarakat bersangkutan (profesi umumnya, jumlah penduduknya, dan prosentase masyarakat/KK miskinnya).
Akurasi data sangat penting agar informasi diterima secara lengkap oleh khalayak, sehingga memudahkan para peduli yang mungkin membaca tulisan ini turut berpartisipasi di wilayah bersangkutan.

3. Why = Mengapa
Ini juga penting diketahui, agar khalayak mengerti faktor-faktor apa saja yang memotivasi masyarakat hingga mencetuskan kegiatan tersebut, hingga akhirnya masuk ke dalam kategori Best Practice.

4. Who = Siapa
Siapa saja para pelaku penggerak kegiatan Best Practice ini (masyarakat? BKM? Pemda? Tokoh masyarakat? Kelompok Peduli?) Setidaknya, jati diri “siapa” ini ditulis lengkap dalam satu paragraf.

5. When = Kapan
Kapan periode pelaksanaan kegiatan. Ungkapkan pula mengenai proses dan periode proses tersebut, mulai dari rembug, penyusunan PJM Pronangkis, hingga pelaksanaan kegiatan. Yang lebih penting lagi, masih berlanjutkah kegiatan tersebut? Bagaimana caranya masyarakat melestarikan tindak lanjut kegiatan?

6. How = Bagaimana
Ini berkaitan dengan kapan/periode di atas. Yaitu, bagaimana cara masyarakat me-maintain (mengelola) setelah kegiatan rampung dilaksanakan, sehingga hasil kegiatan tersebut terus lestari dan bertahan.

Demikian enam hal di atas adalah syarat standar tulisan Best Practice, yang wajib dipenuhi agar proses tayang lebih cepat daripada sebelumnya.

Namun, perlu diingat, bahwa detil/rinci, bukan berarti sangat panjang. Yang diperlukan adalah kelugasan. Hindari bahasa “bunga” yang pengertiannya rancu, jadi gunakan kata-kata yang maknanya jelas. Kata-kata “romantis” hanya boleh digunakan untuk menggambarkan keindahan alam tempat berlangsungnya kegiatan.

Nah itu tadi teknik menyusun best practice yang saya ambil dari website www.p2kp.org.


Semoga bermanfaat
J

Jumat, 19 Desember 2014

Expo Kewirausahan Mahasiswa Indonesia 2014


Selasa, 25 November 2014
Kabar gembira datang dari Bu Rina dan Mbak Meni’ selaku pengurus Unnes Student Entrepreneurship Center (UNSEC) bahwa proposal dari Unnes diterima oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan berhak mengikuti Expo Kewirausahan Mahasiswa Indonesia 2014 di Politeknik Negeri Jember. Sebelumnya saya tidak pernah mengetahui bahwa setiap tahun ada event khusus untuk mahasiswa yang mengajukan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tersebut. Expo Kewirausahan Mahasiswa Indonesia ternyata sudah lama digelar. Pada tahun-tahun sebelumnya peserta hanya berasal dari Politeknik saja, tetapi tahun ini Universitas diperbolehkan untuk berpartisipasi. Sekitar pukul 19.30 kami berangkat dari Unnes tanpa ada yang mendampingi. Tim kami terdiri dari saya sendiri Anis Susanti (EDUBORI), Mas Gesang Rahmawan (DJOEANG CLOTH), Erlin Winarni (BANDENG MOBILE NIRWANA) dan Irna Kinayungan (OEMAH KEFIR). Masing-masing dari kami membawa produk sendiri untuk mengikuti expo tersebut.

Keesokan harinya Rabu, 26 November 2014 kami tiba di kampus Polije sekitar pukul 08.00 WIB, artinya lebih dari 12 jam jarak Semarang-Jember yang kami tempuh, lelah memang karena kaki tidak bisa berkutik tetapi terbayarkan dengan sambutan dari teman-teman LO yang ramah. Setibanya di kampus Polije kami langsung ditemui oleh LO kami yaitu Mas Lulus Okta Cahyono (Mahasiswa Teknik Informatika semester V) kemudian kami diajak sarapan pagi di sekitar kampus. Seusai sarapan pagi kami menuju kampus lagi tepatnya masjid kampus untuk beristirahat dan bersih-bersih diri.

Sekitar pukul 11.30 kami melakukan registrasi di GOR Perjuangan 45 Polije. Setelah selesai registrasi kami menuju stand kami untuk meletakkan perlengkapan expo yang kami bawa. Setelah shalat dzuhur dan makan siang kami pun menunggu teman dari perguruan tinggi lainnya untuk menuju hotel tempat kami menginap. Akhirnya sekitar pukul 15.00 kami berangkat ke hotel Asri bersama dengan mahasiswa dari Universitas Jambi, Politeknik Negeri Madiun dan teman-teman lainnya.

Setelah beristirahat dan shalat maghrib, kami kemudian menuju GOR Perjuangan 45 lagi untuk mengikuti welcoming party dan makan malam dilanjutkan dengan technical meeting untuk PMW Award, dari Unnes diwakili oleh Erlin. Expo Kewirausahan Mahasiswa Indonesia 2014 merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari seminar nasional, talkshow kewirausahaan dan pastinya PMW Award. Dalam ajang PMW Award ternyata setiap proposal PMW Mahasiswa yang mewakili Perguruan Tinggi harus dipresentasikan. Kriteria presentasinya pun hampir sama dengan kriteria ketika monitoring dan evaluasi, diantaranya yaitu proses produksi, cashflow, bahan, strategi pemasaran, pelaksanaan pemasaran, keuntungan, serta dampaknya bagi masyarakat. Kami sempat panik karena dari kami tidak ada persiapan sama sekali. Akhirnya kami menentukan wakil dari Unnes dan terpilihlah DJOEANG CLOTH milik mas Gesang yang mewakili Unnes dalam ajang PMW Award. Sambil menyelesaikan dekor stand kami juga membantu mas Gesang menyusun media presentasi untuk keesokan harinya. Kami selesai mendekorasi stand pada pukul 23.40 WIB. Kemudian kami kembali ke hotel untuk beristirahat menyiapkan tenaga. 


Kamis, 27 November 2014
Tepat pukul 07.00 kami sudah bersiap menunggu bis jemputan menuju GOR Perjuangan 45 untuk mempersiapkan stand. Sesampainya di GOR kami langsung menata produk kami dan melengkapi dekorasi supaya lebih menarik. Sambil menunggu pengunjung yang mengikuti seminar nasional, saya sempatkan berkeliling untuk melihat stand perguruan tinggi lainnya, ternyata teman-teman dari Politeknik sangat kreatif. Hal tersebut dapat dilihat dari dekorasi stand dan macam produk yang dijual.



Sekitar pukul 10.00 kami mengikuti Opening Ceremony yang dihadiri oleh Direktur Polije, Perwakilan DIKTI, Bakorma dan Bupati Jember. Acara resmi dibuka oleh Ibu Illah Sailah dari DIKTI. Sambutan-sambutan yang diberikan secara keseluruhan mendukung kegiatan seperti Expo Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia, karena harapannya mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi tidak hanya menjadi job seeker, melainkan mampu menjadi job creator yang menggerakkan ekonomi bangsa.




Setelah acara pembukaan selesai, acara dilanjutkan dengan kunjungan ke stand-stand perguruan tinggi, dari pihak DIKTI diwakili oleh seorang Bapak (yang saya lupa namanya) tetapi saya hafal dengan wajah beliau karena beliau sering ke Unnes untuk mengisi materi di kegiatan Bidikmisi. Stand kami juga dikunjungi ibu Illah Sailah. Begitu ramai dan banyak yang membeli produk kami, tidak hanya Kaos Djoeang, Boneka Jari Edubori dan Bandeng Mobile Nirwana saja, tetapi Oemah Kefir juga cukup memikat perhatian pembeli.


Hari semakin sore dan hingga larut malam kami melayani pengunjung expo yang mampir ke stand kami, malam hari lebih ramai karena banyak mahasiswa dari Universitas Jember yang datang. Sekitar pukul 17.00 saya menemani mas Gesang presentasi di hadapan dewan juri. Sebenarnya produk sudah bagus dan pemasaran juga sudah bagus, hanya saja tidak kami tuliskan semuanya dan cashflow tidak kami cantumkan. Akhirnya kami berpasrah karena sudah tidak memenuhi kriteria. Kegiatan expo hari pertama cukup melelahkan dan kami pulang ke hotel sekitar pukul 22.00 untuk beristirahat.



Jumat, 28 November 2014. Hari kedua expo kami melanjutkan berjualan. Saya mengenakan seragam Edubori kali ini. Pada hari itu pagi harinya diisi dengan talkshow nasional bersama pemilik Kafe Kolong Jember (@kafekolong) dan seusai talkshow bapak pemilik @kafekolong mampir ke stand Unnes dan membeli Boneka Jari Edubori (@Edubori_ID) kamipun foto bersama. Semoga usaha saya bisa berkembang seperti milik Bapak Kafe Kolong. Ada kalimat yang selalu teringat yang diucapkan oleh Pemilik @kafekolong yaitu “Dengarlah apa yang tidak didengar oleh orang lain, lihatlah apa yang tidak dilihat orang lain dan lakukanlah apa yang tidak dilakukan orang lain”, saya memaknaik kalimat tersebut bahwa dalam berusaha kita harus selalu melihat peluang dimanapun.

Hari terakhir Expo ada penilaian untuk lomba penyelenggara kewirausahaan perguruan tinggi yang paling baik. Dari segi kriteria sebenarnya Unnes sudah cukup baik, stand baik dan produk menarik, hanya saja kami tidak didampingi oleh dosen, alhasil nilai kami kurang sangat banyak. Tidak apa yang penting produk kami laris dibeli. Apalagi Bandeng Mobile benar-benar laris manis.


Sekitar pukul 15.00 ada talkshow bersama Anang Hermansyah dan stand kami dikunjungi oleh beliau dan kebetulan beliau bersedia menandatangani X-Banner DJOEANG Cloth milik Mas Gesang, setelah dipublish pasti mas Gesang langsung kebanjiran pesanan.


Akhirnya selesai sudah expo selama dua hari. Jualan kami pun laris dan kami melanjutkan acara Closing Ceremony pada malam itu juga, tak lupa kami mengambil SPPD titipan dari mbak Meni.

Keesokan harinya tanggal 29 November 2014 agenda expo tinggal kunjungan wisata. Kami peserta Expo Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia diajak berkunjung ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakau. Letaknya cukup jauh dari Polije, sekitar 1 jam. Sesampainya disana kami langsung diarahkan untuk melihat proses pengolahan kopi dan kakau pasca panen. Saya berpisah dari rombongan dan ikut masuk ke rumah produksi coklat bersama adik-adik PAUD sampai saya lupa waktu karena keasyikan. Kunjungan diakhiri dengan belanja aneka olahan kopi dan kakau di toko terdekat. Perjalanan wisata kami lanjutkan ke Pantai Tanjung Papuma.



Disana kami menikmati panorama indah dan makan ikan bakar. Sungguh perjalanan yang menyenangkan. Akan tetapi saya teringat acara KIME FE Unnes yang pada hari itu mengadakan KIME Anniversary dan Closing Laskar Kime. Sedih sekali rasanya karena tidak bisa hadir. Akhirnya saya mengirim video yang saya buat di tepi pantai melalui Whatsapp staf departemen.



Perjalanan wisata diakhiri dengan belanja oleh-oleh khas Jember sore itu, dan malam harinya kami bergegas pulang ke Semarang sekitar pukul 21.00 karena dari pagi Bapak supir yang menjemput sudah menunggu kami.
Menjadi peserta Expo Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia 2014 adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Semoga tahun depan masih bisa jalan-jalan lagi dengan usaha yang saya jalankan :D

Semangat Berwirausaha! Salam Sukses!










  








Kamis, 22 Mei 2014

KULIAH LAPANGAN JURUSAN PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN PADA KANTOR BADAN ARSIP DAN PERPUSTAKAAN PROVINSI JAWA TENGAH FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014


Rabu 21 Mei 2014 sejumlah 58 Mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran Angkatan 2011 beserta dua dosen pendamping, Bapak Marimin dan Ibu Ismiyati berkunjung ke Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Rombongan diterima oleh Ibu Retno Puspitasari Kepala Sub Bidang Layanan sekitar pukul 08.30 WIB
Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang Struktur Organisasi Badan Arpus Jateng, Pengelolaan Arsip sejak arsip tercipta, penyimpanan, penemuan kembali dan penyusutan serta Program Kegiatan Badan Arpus. Selain pengetahuan juga untuk menambah wawasan serta pengalaman mahasiswa secara langsung dan membandingkan antara teori dan praktik.
Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah adalah Lembaga Kearsipan yang berada dibawah pemerintahan provinsi  Jawa Tengah setingkat badan dengan pimpinan Eselon II. Masing-masing Kabupaten/Kota memiliki lembaga kearsipan dibawah pemerintahan kabupaten/kota itu sendiri setingkat kantor dengan pimpinan Eselon III.
Badan Arpus Jateng memiliki Visi: “Arsip Dan Perpustakaan Sebagai Sumber Informasi Dan Ilmu Pengetahuan Yang Berkualitas Dan Berdaya Saing”. Ibu Retno memaparkan ada beberapa kendala dalam penyelenggaraan kegiatan kearsipan, yaitu:
1.       Dukungan Kebijakan Belum Maksimal
Banyak pimpinan instansi belum menyadari bahwa arsip sangat penting untuk dikelola. Padahal untuk pengelolaan arsip membutuhkan anggaran. Tetapi pimpinan belum berpihak untuk
2.       Sumber Daya Aparatur masih terbatas
20 fungsional arsiparis di Badan Arsip masih dirasa kurang karena banyak pembinaan di kabupaten dan SKPD, mengelola arsip dan pelaksanaan bimbingan teknis. Di tingkat SKPD hanya ada 2 instansi yang mempunyai fungsional arsiparis yaitu dinas transmigrasi dan bappeda. Sedangkan lainnya hanya memperkerjakan tenaga kearsipan yang bukan berlatar belakang pendidikan bidang kearsipan.
3.       Pengelolaan belum memadai
Hampir di semua kantor pengelolaan arsip nya dikatakan buruk, tidak hanya di Jawa Tengah. Hal ini karena masih minimnya kesadaran pentingnya penataan arsip dengan baik dan benar.  Seorang tokoh dunia mengatakan bahwa indikator kemajuan negara juga bisa dilihat dari sisi pengelolaan arsipnya. Setiap individu pasti menghasilkan arsip mulai dari lahir sampai meninggal
4.       Kesadaran masih rendah
Kesadaran pentingnya pengelolaan arsip di Indonesia tergolong masih rendah dibandingkan dengan negara maju.
5.       Sarpras masih minim
Terkadang masih banyak kantor yang masih minim sarpras kearsipan sehingga tidak mendukung penyelenggaraannya.
Beberapa produk hukum yang mengatur tentang Kearsipan yaitu:
1) UU No. 43 Th 2009 tentang Kearsipan
2) UU No. 43 Th 2007 tentang Perpustakaan
3) PP No. 28 Th 2012 tentang Pelaksanaan UU No. 43 Th 2009 tentang Kearsipan
4) Peraturan Ka. ANRI No. 8 Th 2009 tentang Penyelenggaraan Kearsipan di Prov Jateng
5) Perda Prov Jateng No. 7 Th 2008 ttg Organisasi dan Tata Kerja
6) Per. Gub. Jateng No. 87Th 2008 ttg Penjabaran Tupoksi Barpus Prov Jateng
7) Instruksi Gub Jateng No. 045/20920/2007 ttg Pelaksanaan Tertib Arsip di Lingkungan Pem Prov Jateng
8) Pergub Jateng ttg Standardisasi Biaya Kegiatan dan Honorarium, biaya pemeliharaan dan standardisasi harga pengadaan barang/ jasa Kebutuhan PemProv Jateng
9) Perda Prov Jateng No. 1 Th 2014 ttg Penyelenggaraan 
Kurang lebih ada 13 pedoman teknis kearsipan yang telah dibuat Badan Arsip Jateng. Berdasarkan peraturan tersebut diatas dibuat program kerja sebanyak 11 program kerja yang meliputi 4 program kesekretariatan, 4 program urusan kearsipan dan 3 program urusan perpustakaan.
4 Program Kearsipan yaitu:
1) Program perbaikan sistem administrasi kearsipan
2) Program penyelamatan dan pelestarian dokumen/arsip daerah
3) Program pemasyarakatan kearsipan kepada masyarakat
4) Program peningkatan kualitas pelayanan informasi

3 Program Perpustakaan:
1)  Program pengembangan budaya baca
2) Program pembinaan dan peningkatan kapasitas perpustakaan
3)  Program penyelematan dan pelestarian koleksi perpustakaan

Berdasarkan program-program tersebut kemudian di-breakdown menjadi 60 kegiatan, 26 kegiatan kesekretariatan, 15 kegiatan kearsipan dan 19 kegiatan perpustakaan. Adapun 15 kegiatan kearsipan itu sendiri meliputi: pembenahan arsip, pedoman arsip, pembinaan arsip, Sistem Jaringan Informasi Kearsipan (SJIK) Arsip, Sumber Daya Aparatur Arsip, Evaluasi Arsip, Akuisisi Arsip, Kerjasama Arsip, Program Arsip Vital, Kualitas Informasi, Penyimpanan Arsip, SarPras Arsip, Digitalisasi Arsip, Pameran Arsip dan Layanan Informasi Arsip. 
Dalam melaksanakan tugas, Bapusip Jateng didukung SDM dengan PNS sejumlah 188 orang PNS (per 1 April 2014). Terdiri dari 25 orang Pejabat Struktural, 20 orang Arsiparis, 28 Pustakawan dan 116 Staf Umum. Bapusip Jateng dipimpin oleh seorang kepala badan eselon II, dibawahnya ada 7 eselon III terdiri dari 1 sekretaris, 5 kepala bidang dan 1 kepala Unit Pelaksana Teknis. Dari masing-masing eselon III terdiri dari 2 eselon IV kecuali untuk sekretariat dan UPT. 5 bidang tersebut adalah Bidang Pembinaan dan Pengawasan,  Bidang Akuisisi dan Pengolahan, Bidang Pelestarian dan Preservasi, Bidang Layanan dan Kemasyarakatan, Bidang Pengembangan dan Hubungan antar Lembaga.
Terkait dengan Sarpras Kearsipan di Bapusip, ada 4 gedung, yaitu Gedung A, B, C  dan D. Gedung A merupakan gedung perkantoran, gedung B ruang simpan arsip statis. Di lantai 1 terdapat Cool Room yaitu Ruang simpan yang suhunya dibawah 15 derajat untuk menyimpan arsip audio visual. Masing-masing jenis arsip harus disesuaikan suhunya. Gedung C untuk menyimpan arsip Inaktif dari SKPD se provinsi Jawa Tengah.
Sarpras penyimpanan yang digunakan adalah Roll O Pact dan Vertical Filing Cab untuk menyimpan peta. Arsip tekstual ada sekitar 65.000 box. Arsip non tekstual, video, film, micro film, dan gambar kearsitekturan. Arsip tertua tercipta tahun 1850 adalah arsip tertua dari karesidenan Semarang arsip dari Twede Water Staat (Pekerjaan Umum zaman Belanda) yang berisi tentang pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah pada abad itu. Istimewanya arsip peninggalan Belanda lengkap, misalnya berkas Pembangunan itu dibahas dari anggaran, gambar teknik sampai dengan alasan mengapa dibangun ditempat itu dan AMDAL nya.
Adapun asal arsip adalah dari berbagai instansi SKPD di Prov Jateng, LP seluruh Jawa Tengah, Eks-Departemen Penerangan, Eks-Dep Transmigrasi se Jateng, Pabrik Gula di Jateng dan arsip perorangan seperti tokoh budayawan Gesang dan Waljinah. Tidak hanya tokoh budayawan juga tokoh sejarah yang berjasa untuk bangsa Indonesia.  Badan Arsip Jateng mendapat prestasi sebagai lembaga kearsipan provinsi terbaik dan terakreditasi A se Indonesia pada tahun 2013.
Sesi tanya Jawab, pertanyaan pertama dari Ana Khalida Khasanah, menanyakan tentang E-Arsip. Menurut Ibu Retno, istilah E-Arsip kurang tepat, lebih tepatnya adalah otomasi kearsipan atau komputerisasi, dalam lingkup Badan Arsip Jateng menggunakan SJIK yaitu pengelolaannya berbasis komputer. Jadi untuk surat masuk di Badan Arpus Jateng langsung input di website internal jadi kemudian diprint dan diedarkan. Untuk program lebih lanjut, Arpus merencanakan untuk lebih paperless, artinya surat yang diterima discan terlebih dahulu untuk diteruskan kepada pimpinan, dan untuk disposisi dan tindak lanjut menggunakan surat yang sudah discan tadi. Selain itu dalam layanan pencarian arsip juga sudah menerapkan otomasi. E-Arsip merujuk pada digitalisasi arsip artinya untuk membaca membutuhkan alat elektronik untuk membaca.Kegiatan Pameran biasanya bekerjasama dengan museum atau lembaga kearsipan kabupaten untuk menjalankan program sadar arsip melalui mobil sadar arsip dengan memutar film tentang kearsipan dan bagaimana mengelola arsip baik secara manual maupun digitalisasi.
Pertanyaan kedua dari Amin Wasono dalam hal pemusnahan arsip. Dalam pemusnahan arsip harus sesuai dengan pedoman, undang-undang, PP yang sesuai prosedur. Dalam pemusnahan harus dilakukan penilaian dulu mulai dari melihat jadwal retensi arsip, hasil penilaian diajukan kepada instansi terkait, apakah disetujui untuk dihapuskan atau tidak, jika setuju dihapus maka ditentukan harinya dan disiapkan berita acaranya dengan disaksikan perwakilan dari instansi terkait. Adapun cara pemusnahannya bisa dengan dibakar atau dicacah. Dicacah dengan bantuan perusahaan kertas.  Untuk arsip yang usianya lebih dari 10 tahun harus mendapat persetujuan dari ANRI, jika ada kaitannya dengan kepegawaian harus disetujui BKN , misal terkait keuangan berarti harus mendapat persetujuan BPK. Tujuan pencacahan adalah untuk menghilangkan informasi. Hasil penjualan pencacahan uangnya masuk ke kas daerah.
Pertanyaan ketiga dari Aan Ikhsananato, Badan Arsip bekerjasama dengan perguruan tinggi seperti Undip, Unhas, UGM untuk SDM D3 Kearsipan dan LAN untuk S1. Untuk non formalnya, diklat dilakukan kepada pegawai berupa bimbingan teknis tentang kearsipan. Terkait dengan kearsipan desa ada program Arsip masuk Desa, dengan melakukan bimbingan teknis untuk sekretaris desa, membantu sarpras kearsipan untuk desa. Untuk peminjaman arsip, tidak boleh dibawa pulang, ada ruang baca, dibolehkan selama 3 hari. Jasa fotocopy dan scan untuk mahasiswa Rp 500 per lembar, peneliti umum  Rp 1500 peneliti asing Rp 3000 karena arsip yang disimpan hanya ada di Badan Arsip dan terkait dengan biaya perawatan arsip cukup mahal.
Setelah mendapatkan materi profil Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, rombongan berkeliling dengan didampingi oleh Fungsional Arsiparis, Ibu Yayuk dan satu orang fungsional arsiparis  menuju Ruang Pemutaran Video Ruang penerimaan surat, Ruang unit kearsipan utama, ruang simpan arsip, ruang pameran arsip dan ruang visualisasi arsip.
Pengurusan surat menggunakan asas satu pintu sentralistik. Khusus untuk surat masuk dengan aplikasi sistem kearsipan dinamis. Tetapi surat keluar masih menggunakan kartu kendali dan buku agenda. Kode klasifikasi disesuaikan dengan pedoman kode klasifikasi yang telah ditentukan. Kartu kendali yang digunakan ada 3 warna, putih, kuning dan merah. Putih sebagai pengganti surat disimpan di unit kearsipan, karena surat asli diberikan kepada unit pengolah bersangkutan, kartu kendali merah selalu mengikuti surat. Kuning sebagai pengganti buku ekspedisi, larinya kemana surat tersebut diketahui dari kartu kendali kuning. Jadi unit kearsipan menyimpan kartu kendali putih dan kuning.
Secara umum isi dari video yang diputar memuat beberapa hal yaitu: mekanisme pengurusan surat masuk dan surat keluar, pengendalian arsip dinamis (aktif), pengelolaan arsip inaktif, pengelolaan arsip statis dan pemusnahan arsip. Terakhir kali pesan penutup dari kunjungan ini adalah ARSIP “Amankan, Rawatlah, Simpanlah, Informasikan, Pemanfaatan”.

Semoga Bermanfaat :)

Anis Susanti

Selasa, 20 Mei 2014

PANGAN LOKAL DI MATA MAHASISWA


Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Kata lokal merujuk pada daerah atau wilayah tertentu saja, artinya ada karakter spesifik dari makanan yang dihasilkan suatu daerah tertentu. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap belahan bumi yang ada di Indonesia masing-masing mempunyai dominasi potensi alam yang berbeda-beda. Jawa, merupakan pulau yang lebih berpotensi di bidang pertanian. Sumatera, mendukung ecotourism karena kekayaan budaya dan wisata alamnya. Kalimantan lebih berpotensi sebagai sumber daya hutan Indonesia. Sulawesi dan Maluku yang lebih dominan dengan potensi kelautan dan perikanannya. Papua dengan sektor pertambangannya, sudah mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% perekonomian dengan tembaga, emas, minyak dan gas. Melihat perbedaan potensi tersebut sudah pasti setiap daerah memiliki potensi sumber bahan pangan yang berbeda pula.  Selama ini masyarakat beranggapan bahwa pangan lokal identik dengan makanan rakyat menengah kebawah yang dapat diperoleh dengan harga yang murah. Masyarakat secara umum lebih familiar dengan kata Jajanan Pasar atau Makanan Kaki Lima daripada Pangan Lokal. Kembali lagi pada makna pangan lokal itu sendiri, pangan lokal merupakan pangan yang diolah dari Sumber Bahan Pangan yang ada di Indonesia dan diolah oleh Sumber Daya Manusia Indonesia, jadi tidak hanya sebatas jajanan pasar atau makanan kaki lima saja.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, secara alami memiliki potensi bahan pangan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan lokal mulai dari karbohidrat, protein dan sumber nutrisi lainnya. Perlu adanya peran dari berbagai pihak untuk memperkenalkan pangan lokal supaya lebih bisa bertahan ditengah modernisasi mulai dari pemerintah yang mendukung program secara top down dan lapisan masyarakat yang dapat berperan secara kultural menularkan gerakan pangan lokal. Program pemerintah dalam mendukung pangan lokal telah dilakukan Pemerintah DIY Yogyakarta lebih dahulu dengan membuat program Gerai Pusat Informasi Dan Edukasi Pangan Lokal pada tahun 2013. Program ini merupakan program dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta dalam mendukung Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Gerai Pusat Informasi Pangan Nusantara/Pangan Lokal, memuat informasi tentang berbagai macam makanan yang berbahan baku non beras dan non terigu, sebagai upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis potensi pangan lokal diwilayah DIY. Tujuan peningkatan diversifikasi pangan ini adalah untuk memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Selain dari pihak pemerintah, masyarakat juga dapat mendukung gerakan pangan lokal. Masyarakat dalam hal ini salah satunya adalah  mahasiswa sebagai kaum akademik yang berusaha mengembangkan keilmuan, kreativitas, inovasi dan teknologi yang dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu dalam mendukung pengelolaan pangan lokal, misalnya dalam bidang pertanian. Seperti yang kita ketahui, sumber bahan pangan yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian, sektor perikanan dan sektor perkebunan. Sedangkan masih banyak permasalahan terkait dengan sektor-sektor tersebut. Secara struktural permasalahan yang muncul diantaranya yaitu pengelolaan lahan potensial, sumber daya modal, jumlah petani dan nelayan, proses pengolahan, mekanisme penjualan serta teknologi yang digunakan.
Pengelolaan lahan pertanian potensial yang semakin banyak dialihfungsikan, menyebabkan semakin sempitnya lahan untuk menanam padi, alhasil impor beras masih dilakukan oleh Indonesia. Selain itu, kedelai juga masih impor. Pentingnya luas lahan yang memadai akan mendukung produksi sumber pangan lokal seperti padi, jagung, dan kedelai guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Berkurangnya luas lahan potensial  juga akan menurunkan produktivitas hasil panen baik lahan pertanian maupun perkebunan. Kurangnya modal untuk mengembangkan potensi pertanian, perkebunan dan perikanan menjadikan sektor-sektor tersebut belum dianggap penting dibandingkan dengan sektor industri yang dianggap dapat lebih menggerakkan perekonomian nasional. Aliran investasi untuk sektor yang lebih merakyat ini  pun sangat terbatas. Seharusnya ada akses yang mudah untuk memperoleh permodalan khususnya untuk mendukung pengadaan teknologi yang digunakan.
Jumlah petani dan nelayan juga menjadi pemicu ketahanan sumber pangan lokal di Indonesia semakin terancam. Jumlah petani gurem di Indonesia yang masih banyak juga menjadi salah satu permasalahan dalam produksi sumber pangan lokal. Petani gurem adalah petani yang hanya menggarap lahan tidak lebih dari 1 hektare. Sedangkan masih banyak pula jumlah buruh tani yang menggantungkan hidupnya pada pertanian. Pada sektor perikanan, khususnya perikanan tangkap, jumlah nelayan setiap tahunnya semakin berkurang, pada tahun 2013 saja terdapat 225 kematian nelayan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidakamanan peralatan penangkapan ikan di laut. Masalah lain muncul pada proses pengolahan yang memang masih jauh dibawah standard, seperti halnya produksi ikan kaleng di Indonesia yang masih kalah jauh dengan Thailand. Biaya distribusi perikanan khususnya hasil tangkapan ikan juga lebih mahal 60% dibandingkan dengan negara lain. Sehingga pada akhirnya terdapat jurang margin keuntungan yang cukup jauh yang sangat menekan pendapatan nelayan dan petani di Indonesia.
Aspek yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah penerapan teknologi dalam pengelolaan potensi sumber pangan lokal Indonesia. Seperti yang kita ketahui, teknologi pertanian yang digunakan di Indonesia masih sangat terbatas. Masih banyak petani di pelosok negeri ini yang hanya mengandalkan tenaga hewan dan tenaga manusia. Dari sisi percepatan tentunya akan sangat tertinggal dalam perolehan kuantitas hasil panen. Untuk membajak sawah saja masih ada yang menggunakan kerbau. Tenaga manusia masih sangat dominan dalam pengolahan lahan, seperti halnya dalam proses penanaman dan juga perawatan hama, masih banyak yang menggunakan tenaga manusia dengan cara mencangkul meskipun tidak sedikit pula yang menggunakan traktor dalam prosesnya. Di bidang perkebunan, untuk komoditas tebu misalnya, belum ada teknologi yang langsung digunakan oleh petani Indonesia ketika masa panen. Proses pembersihan batang tebu dari daun yang kering masih dilakukan secara manual. Teknologi memang memegang peranan yang cukup penting dalam suatu proses produksi. Sama halnya pada proses produksi di bidang pertanian, perkebunan dan perikanan yang memang menjadi sumber bahan pangan lokal di Indonesia.
Permasalahan tersebut diatas menjadi sangat kompleks ketika tidak dibarengi dengan solusi yang langsung tepat sasaran mengarah pada permasalahan hilir seperti permasalahan petani dan nelayan. Karena dari merekalah sumber-sumber pangan lokal Indonesia dihasilkan, apa jadinya apabila jumlahnya semakin berkurang belum lagi ditambah dengan permasalahan alih fungsi lahan potensial dan tidak adanya penerapan teknologi tepat guna di bidang tersebut. Pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan diperlukan dalam hal ini. Perlu adanya dukungan akses permodalan untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan produksi sumber pangan lokal. Sehingga bantuan tidak hanya sebatas pemberian tetapi juga dalam bentuk transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, artinya tidak hanya memberi umpan, tetapi juga memberikan kailnya.

Peran Mahasiswa dalam Ketahanan Pangan Lokal
Tanggal 18 Mei 2014 serempak di sembilan kota di Indonesia dilaksanakan Kampanye Nasional Go Pangan Lokal. Sembilan kota tersebut adalah Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Medan, Bandung, Makassar, Samarinda dan Jambi. Kampanye Go Pangan Lokal ini diprakarsai oleh Masyarakat Ilmu Pengetahuan dan Tekonolog Indonesia (MITI). Semua perguruan tinggi yang ada di sembilan kota tersebut dapat ikut serta dalam kampanye ini. Namun, ditengah seruan aksi kampanye, adakah mahasiswa yang terbesit untuk beraksi lebih nyata, bukan hanya menjadi konsumen tetapi produsen pangan lokal?
Bentuk kampanye Go Pangan Lokal yang banyak disuarakan melalui media sosial oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi  menyatakan bahwa melalui aksi Go Pangan Lokal, pangan lokal dapat bersaing ke dunia Internasional. Pertanyaannya, apakah cukup dengan kampanye seperti itu pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan lokal dapat meningkat? tentu tidak. Selain melalui kampanye Go Pangan Lokal, mahasiswa juga dapat berperan dalam pemanfaatan sumber daya pangan lokal yang ada. Melalui program-program penelitian dan pengabdian, mahasiswa dapat menyumbangkan gagasan untuk mendukung diversifikasi produk pangan lokal.
Berbagai ide bisa dituangkan oleh mahasiswa, banyak peluang menulis karya tulis ilmiah untuk menghasilkan gagasan yang aplikatif serta solutif sebagai bentuk sumbangan nyata terhadap permasalahan yang ada. Tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah tindak lanjut dari pemikiran dan inovasi cerdas anak bangsa yang belum dijembatani untuk menjadi sebuah solusi yang nyata. Misalnya ide teknologi yang belum didukung penerapannya. Artinya perlu ada kerjasama dari berbagai pihak mulai dari pemerintah, mahasiswa dan perusahaan sehingga mendukung penciptaan karya berupa teknologi terapan, mekanisme ide ataupun sumbangan kebijakan yang memang pro-rakyat kecil, khususnya yang berkaitan dengan pangan lokal di Indonesia.
Sudah saatnya mahasiswa peduli dengan sektor-sektor riil yang memang banyak ditemui di Indonesia. Permasalahan yang muncul di bidang Pertanian, Perkebunan dan Perikanan, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah yang bersangkutan atau mahasiswa di program studi yang bersangkutan. Bahkan Indonesia kedepan juga menantikan petani-petani dan nelayan-nelayan hebat yang memang didukung dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tersebut. Secara keras dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang beraksi mengkampanyekan gerakan pangan lokal belum tentu dirinya ingin menjadi petani. Oleh karena itu, peran mahasiswa dalam mempertahankan pangan lokal juga bisa dimulai dari sekarang, tentunya juga dengan bantuan dari perguruan tinggi, pemerintah melalui kebijakan, program dan gerakan, serta pihak swasta dan komunitas terkait yang dapat mendukung dalam menjembatani inovasi dan teknologi untuk mempertahankan pangan lokal.

Anis Susanti
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (Administrasi Perkantoran)
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang