Source:
unnes.ac.id
Berbicara
mengenai prestasi, sebenarnya saya sudah ingin menulisnya sejak lama. Tetapi
entah kapan kata ini bisa saya pahami. Ketika ada kolom dalam formulir dari
suatu organisasi yang mencantumkan “prestasi yang pernah diraih” adalah hal
tersulit untuk saya isi. Saya adalah adik dari seorang mantan Komandan Menwa
901. Dari kecil hidup saya diarahkan dan dibimbing olehnya dan sekarang sudah
bukan saatnya lagi saya bergantung padanya dan saya rasa sudah tidak bisa lagi
bertanya segala sesuatu padanya, termasuk bertanya tentang makna prestasi. Oleh
karena itu, saya coba renungi sendiri dan saya curahkan melalui tulisan ini... Mohon maaf sebelumnya bagi yang membaca,
tulisan ini hanyalah bentuk flashback dan introspeksi bagi diri saya...
Apa
sebenarnya prestasi itu?
Ketika
saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sempat saya berpikir mengapa ada
angka 1/3 di kolom ranking buku rapor saya. Kata guru saya angka tersebut
bermakna bahwa yang mendapat ranking pertama tidak hanya saya. Seringkali dari
kelas 1 sampai dengan kelas 6 saya mendapat angka itu.
Beranjak
masuk tingkat Sekolah Menengah Pertama, dalam buku rapor saya juga tertulis
angka 1 di kolom ranking, bahkan melangkah ke tingkat semester II kelas VII.
Begitu terus menerus, rutinitas saya selalu berujung pada penilaian
kuantitatif. Tak ada aktivitas lain selain belajar dan berkutat dengan tugas
pekerjaan rumah. Semua mata pelajaran menjadi favorit dan Bahasa Inggris serta
Matematika lah yang saya jadikan raja dan ratu mata pelajaran yang paling saya sukai.
Hingga waktu itu saya berkesempatan mengikuti Speech
Contest tingkat Kecamatan,
dan hasilnya nihil. Tak berbeda dengan Matematika, saya diikutsertakan dalam
Seleksi Olimpiade Matematika tingkat SMP, dan hasilnya pun nihil. Nihil disini
saya tidak sampai berhasil menjadi juara.
Hingga
akhir masa sekolah di SMP, nama saya dipanggil pada hari Sabtu ketika itu maju
ke tengah lapangan sekolah untuk menerima pengumuman rangking 1 paralel. Tak
hanya sekali, bahkan kondisi ini berulang sampai saya lulus dan menjadi yang
pertama di sekolah saya untuk nilai Ujian Nasional SMP waktu itu.
Kondisi
perekonomian keluarga yang tidak stabil, membuat saya memutuskan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang SMK, dan memutuskan harapan saya menekuni
bidang Matematika dan Bahasa Inggris.
Allah
membuat saya yakin untuk mengambil bidang keahlian Administrasi Perkantoran,
sederhana saja alasan pada saat itu ketika ditanya, “Mengapa?” ...saya jawab
dengan percaya diri, karena Kepala Sekolahnya juga dulu berasal dari program keahlian
tersebut. Beberapa guru di SMP sempat kaget dan menyayangkan keputusan saya
waktu itu.
Tak
berbeda pada saat di SMP, ketika sudah menjadi siswa SMK pun saya selalu concern dengan apa yang saya pelajari hingga
hal yang sama juga terjadi pada saat itu, mendapat ranking I setiap semester.
Kecuali semester III yang memang sangat turun drastis karena kegiatan Praktik
Kerja Industri (Prakerin). Lagi-lagi kerja keras dan hasil dinilai dengan
angka. Entah apa yang sudah saya lakukan, tapi angka itu bisa saya dapat juga
di SMK.
Naik
tingkat kelas XI saya mengikuti Lomba Kompetensi Siswa Bidang Secretary tingkat
Kabupaten, kali ini berhasil mendapat Juara I dan mendapat tiket untuk mewakili
kabupaten Banjarnegara ke tingkat provinsi, tapi lagi-lagi langkah saya
terhenti hanya sampai menjadi juara V dalam lomba tersebut. Hingga masa
perjuangan menjadi siswa SMK itu ditutup dengan kelulusan dan menjadi peringkat
pertama nilai Ujian Nasional tertinggi satu SMK.
Semuanya
serba kuantitatif. Tapi apakah diri ini juga meningkat derajatnya? Meningkat
selalu ilmu agamanya?
Hingga
saya melanjutkan bidang keahlian saya di perguruan tinggi, menjadi mahasiswa
Bidikmisi Program Studi Administrasi Perkantoran. Semester pertama Indeks
Prestasi yang didapat Cumlaude,
syukur Alhamdulillaah. Menginjak semester II Indeks Prestasi naik. Hingga pada
semester III menerima kenyataan bahwa saya adalah mahasiswa dengan IPK
tertinggi ketiga angkatan 2011 pada tahun 2012. Penghargaan dari Pembantu
Rektor Bidang Akademik saya terima dari Bapak Agus Wahyudin dan hadiah dari
Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan berupa Headset. Namun akhir semester III
dan IV Indeks Prestasi semakin menurun. Lagi-lagi semua berkaitan dengan angka.
Roda berputar dan saya merasakan suatu penurunan yang signifikan. Sempat
membuat saya sedih dan kecewa.
Puncaknya,
pada akhir semester IV saya mengumpulkan kekuatan menuliskan harapan dan mimpi
yang ingin saya raih pada majalah dinding kamar kos saya. Semester V ternyata
banyak hal yang tidak terduga Allah berikan kepada saya. Dengan tetap aktif
dalam organisasi, saya mengikuti kompetisi membuat business plan, saya kirim ke
Youth Desk Unesco dan Indonesia Entrepreneur Camp. Karena memang sejak semester
II saya menyukai bidang wirausaha (berawal dari PKMK) sehingga kondisi ini
mendukung saya untuk terus menyukai bidang usaha dan bergerak disana. Hal yang
paling tak terduga ketika seorang teman meminta saya membantunya berangkat ke
Sulawesi Selatan, ke Universitas Hasanuddin Makassar untuk mempresentasikan
LKTI, saya sempat tak menyangka, karena sempat berpikir ingin ke Luar Jawa.
Allah mengabulkannya...
Tak
hanya itu, rasa senang bertumpuk ketika dalam perjalanan menuju Makassar
mendapat pengumuman bahwa karya business
plan saya masuk 10 besar yang
berhak presentasi pada event IEC 2013 di Universitas Brawijaya Malang. Pada
bulan November 2013, setelah sekian kali mengikuti lomba dengan hasil nihil,
akhirnya inilah pertama kalinya saya mendapat piala dan mendapat juara III pada
lomba tersebut.
Tak
dihitung dari banyaknya uang yang didapat dari hadiah, tetapi memang ini adalah
rencana yang ingin dijalankan, rencana bisnis yang belum bisa terealisir. Niat
untuk benar-benar menjalankannya menjadi pengusaha wanita yang mempunyai produk
Alat Permainan Edukatif.
Pengalaman
ditegur oleh dosen karena tidak masuk kuliah saya dapatkan waktu semester V
kemarin. Tidak masuk kuliah dan sering izin. Selain itu, kesibukan saya juga
menjadi Asisten Laboraturium ditengah kuliah 20 SKS membuat saya cukup kewalahan
untuk mengatur waktu memahami jatah matakuliah yang harus dikuasai.
Hingga
waktu yudisium tanggal 24 Januari 2014, saya membuka hasil studi dan... Alhamdulillaah... hasilnya AllahuAkbar, tak menyangka angka 4,00 itu nampak pada kolom terbawah
Indeks Prestasi.
Tulisan itu menjadi nyata. Tapi kembali lagi saya teringat
dan bertanya pada diri saya sendiri, Inikah prestasi? Apakah Allah sedang
menguji? Allah tentu menguji, apakah saya orang syukur atau yang kufur...
Semakin merasa bahwa diri ini terlalu buruk untuk mendapat kemurahan
dari-Nya... Sedih, karena diri ini banyak dosa...
Makna
Prestasi seperti apa yang sejatinya selalu diidam-idamkan....Tak ada gunanya
semua angka itu, jika tanpa makna, tak ada gunanya capaian-capaian itu jika
tanpa makna...
Saya
hanya ingin khusyuk, hidup mengabdi pada Sang Maha Pemberi Kehidupan...menjadi
bermanfaat dan bernilai.. bukan nilai angka yang hanya sebuah angka tanpa
makna...tapi lebih dari itu, menjadi pribadi yang keberadaanya dirindukan
banyak orang karena kebermanfaatannya, bolehkah saya memaknainya dengan
Prestasi? Bolehkah Anis Susanti memimpikan Prestasi tersebut?