Kuliah Kerja Nyata (KKN) Alternatif Tahap II Gelombang B Tahun 2014 selesai.
Selama 45 hari kami berkegiatan di Kelurahan Ngadirgo Kecamatan Mijen Kota
Semarang mulai dari tanggal 5 November 2014 sampai dengan 19 Desember 2014.
Kabar gembira (ecie :D) datang dari Dosen Pendamping Lapangan (DPL) kami Bapak Drs.
Umar Samadhy, M.Pd. bahwa tidak ada ujian hasil KKN. Sebagai ganti ujian hasil KKN,
pada hari penarikan beliau memberikan tugas kepada kami untuk membuat best practice (wah apaan tuh?). Awalnya
saya juga bingung apa itu best practice yang
beliau maksud. Saya mengutip kata-kata beliau (ngrangkum sendiri maksudnya :D)
begini kata beliau: “Setiap orang pasti
melakukan best practice dimanapun ia berada, dengan best practice itulah
seseorang mendapatkan pengalaman yang bermakna”
Baiklah pak, mulai deh belajar membuat best practice, mulai cari referensi
bagaimana menyusun best practice yang
baik dengan benar dan akhirnya saya mendapatkan referensi yang cocok di website
www.p2kp.org.
Saya mendapatkan referensi untuk menyusun best
practice saya dengan mengikuti panduan penulisan dari website tersebut
(semoga bener yaah :D).
Format
Tulisan Best Practice yang ditemui
biasanya dalam bentuk FEATURE. Karena, feature adalah sebuah tulisan yang lebih luwes daripada artikel/opini, lebih fokus dan informatif daripada cerita, serta lebih deskriptif daripada berita/straight news. Namun,
unsur informasinya tetap lengkap layaknya berita. Jadi, harus tetap memenuhi 5W + 1H (What, Where, Why,
Who, When dan How). Untuk itu, sebuah
tulisan Best Practice (juga) hendaknya memenuhi:
1. What = Apa
Apa bentuk
kegiatan Best Practice tersebut. Apakah termasuk ke dalam kategori kegiatan
lingkungan (fisik/infrastruktur), sosial, ekonomi, kemitraan (channeling),
PAKET, Replikasi atau prestasi pelaku (relawan penggerak, insan pemda, atau
instansi terkait)
2. Where = Di
mana
Di mana tempat
kegiatan Best Practice berlangsung.
Dengan demikian, nama tempat harus dijelaskan secara detail.
Mulai dari nama dusun, RT/RW-nya, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota
hingga provinsi. Jika perlu, dilengkapi pula dengan karakteristik masyarakat
bersangkutan (profesi umumnya, jumlah penduduknya, dan prosentase masyarakat/KK
miskinnya).
Akurasi data
sangat penting agar informasi diterima secara lengkap oleh khalayak, sehingga
memudahkan para peduli yang mungkin membaca tulisan ini turut berpartisipasi di
wilayah bersangkutan.
3. Why = Mengapa
Ini juga penting
diketahui, agar khalayak mengerti faktor-faktor
apa saja yang memotivasi masyarakat hingga mencetuskan kegiatan tersebut,
hingga akhirnya masuk ke dalam kategori Best Practice.
4. Who = Siapa
Siapa saja para
pelaku penggerak kegiatan Best Practice ini (masyarakat? BKM? Pemda? Tokoh
masyarakat? Kelompok Peduli?) Setidaknya, jati diri “siapa” ini ditulis lengkap
dalam satu paragraf.
5. When = Kapan
Kapan periode
pelaksanaan kegiatan. Ungkapkan pula mengenai proses dan periode proses
tersebut, mulai dari rembug, penyusunan PJM Pronangkis, hingga pelaksanaan
kegiatan. Yang lebih penting lagi, masih berlanjutkah kegiatan tersebut?
Bagaimana caranya masyarakat melestarikan tindak lanjut kegiatan?
6. How =
Bagaimana
Ini berkaitan
dengan kapan/periode di atas. Yaitu, bagaimana cara masyarakat me-maintain (mengelola) setelah kegiatan rampung
dilaksanakan, sehingga hasil kegiatan tersebut terus lestari dan bertahan.
Demikian enam hal
di atas adalah syarat standar tulisan Best Practice, yang wajib dipenuhi agar
proses tayang lebih cepat daripada sebelumnya.
Namun, perlu
diingat, bahwa detil/rinci, bukan
berarti sangat panjang. Yang diperlukan adalah kelugasan.
Hindari bahasa “bunga” yang pengertiannya rancu, jadi gunakan kata-kata yang
maknanya jelas. Kata-kata “romantis” hanya boleh digunakan untuk menggambarkan
keindahan alam tempat berlangsungnya kegiatan.
Nah itu tadi teknik menyusun best practice yang saya ambil dari website www.p2kp.org.
Semoga bermanfaat J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar