Pages

Sabtu, 27 Desember 2014

BEST PRACTICE

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Alternatif Tahap II Gelombang B Tahun 2014 selesai. Selama 45 hari kami berkegiatan di Kelurahan Ngadirgo Kecamatan Mijen Kota Semarang mulai dari tanggal 5 November 2014 sampai dengan 19 Desember 2014. Kabar gembira (ecie :D) datang dari Dosen Pendamping Lapangan (DPL) kami Bapak Drs. Umar Samadhy, M.Pd. bahwa tidak ada ujian hasil KKN. Sebagai ganti ujian hasil KKN, pada hari penarikan beliau memberikan tugas kepada kami untuk membuat best practice (wah apaan tuh?). Awalnya saya juga bingung apa itu best practice yang beliau maksud. Saya mengutip kata-kata beliau (ngrangkum sendiri maksudnya :D) begini kata beliau: “Setiap orang pasti melakukan best practice dimanapun ia berada, dengan best practice itulah seseorang mendapatkan pengalaman yang bermakna”

Baiklah pak, mulai deh belajar membuat best practice, mulai cari referensi bagaimana menyusun best practice yang baik dengan benar dan akhirnya saya mendapatkan referensi yang cocok di website www.p2kp.org. Saya mendapatkan referensi untuk menyusun best practice saya dengan mengikuti panduan penulisan dari website tersebut (semoga bener yaah :D).

Format Tulisan Best Practice yang ditemui biasanya dalam bentuk FEATUREKarena, feature adalah sebuah tulisan yang lebih luwes daripada artikel/opini, lebih fokus dan informatif daripada cerita, serta lebih deskriptif daripada berita/straight news. Namun, unsur informasinya tetap lengkap layaknya berita. Jadi, harus tetap memenuhi 5W + 1H (What, Where, Why, Who, When dan How)Untuk itu, sebuah tulisan Best Practice (juga) hendaknya memenuhi:
1. What = Apa
Apa bentuk kegiatan Best Practice tersebut. Apakah termasuk ke dalam kategori kegiatan lingkungan (fisik/infrastruktur), sosial, ekonomi, kemitraan (channeling), PAKET, Replikasi atau prestasi pelaku (relawan penggerak, insan pemda, atau instansi terkait)


2. Where = Di mana
Di mana tempat kegiatan Best Practice berlangsung.
Dengan demikian, nama tempat harus dijelaskan secara detail. Mulai dari nama dusun, RT/RW-nya, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi. Jika perlu, dilengkapi pula dengan karakteristik masyarakat bersangkutan (profesi umumnya, jumlah penduduknya, dan prosentase masyarakat/KK miskinnya).
Akurasi data sangat penting agar informasi diterima secara lengkap oleh khalayak, sehingga memudahkan para peduli yang mungkin membaca tulisan ini turut berpartisipasi di wilayah bersangkutan.

3. Why = Mengapa
Ini juga penting diketahui, agar khalayak mengerti faktor-faktor apa saja yang memotivasi masyarakat hingga mencetuskan kegiatan tersebut, hingga akhirnya masuk ke dalam kategori Best Practice.

4. Who = Siapa
Siapa saja para pelaku penggerak kegiatan Best Practice ini (masyarakat? BKM? Pemda? Tokoh masyarakat? Kelompok Peduli?) Setidaknya, jati diri “siapa” ini ditulis lengkap dalam satu paragraf.

5. When = Kapan
Kapan periode pelaksanaan kegiatan. Ungkapkan pula mengenai proses dan periode proses tersebut, mulai dari rembug, penyusunan PJM Pronangkis, hingga pelaksanaan kegiatan. Yang lebih penting lagi, masih berlanjutkah kegiatan tersebut? Bagaimana caranya masyarakat melestarikan tindak lanjut kegiatan?

6. How = Bagaimana
Ini berkaitan dengan kapan/periode di atas. Yaitu, bagaimana cara masyarakat me-maintain (mengelola) setelah kegiatan rampung dilaksanakan, sehingga hasil kegiatan tersebut terus lestari dan bertahan.

Demikian enam hal di atas adalah syarat standar tulisan Best Practice, yang wajib dipenuhi agar proses tayang lebih cepat daripada sebelumnya.

Namun, perlu diingat, bahwa detil/rinci, bukan berarti sangat panjang. Yang diperlukan adalah kelugasan. Hindari bahasa “bunga” yang pengertiannya rancu, jadi gunakan kata-kata yang maknanya jelas. Kata-kata “romantis” hanya boleh digunakan untuk menggambarkan keindahan alam tempat berlangsungnya kegiatan.

Nah itu tadi teknik menyusun best practice yang saya ambil dari website www.p2kp.org.


Semoga bermanfaat
J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar